my inspiration and the best women

ibulah penyemangat hidupku.. kau lah intan permata yang paling berharga dalam hidupku...

STIK Muhammadiyah Pontianak

Azzam dan inilah awal mula Mimpiku mengangkasa......

DAD (Darul Akrom Dasar)

alhamdulillah dengan keadaan cuti saya bisa mengikuti acara pelatihan dasar yang dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) demi terciptanya mahasiswa yang beriman dan berjiwa kepemimpinan....

SIRKUMSISI di Rasau Jaya, Pontianak

alhamdulillah dengan adanya acara MILAD BEM yang menyelenggarakan baksos yaitu sunatan massal, dengan kehendak-NYA status CUTI KULIAH pun aku bisa melakukan yang terbaik....

LKMM Nasional VI UNDIP Semarang ILMIKI

alhamdulillah dengan izin Allah saya bisa pergi acara LKMM yang diadakan oleh ILMIKI, sesungguhnya Allah maha adil, dengan keadaan Cuti saya bisa berangkat dengan Gratis... terima kasih ya Allah dan IBUku....

Thursday 31 January 2013

Konsep Caring

KONSEP CARING PENDAHULUAN Sebagai perawat/ners materi yang sangat penting dan menentukan adalah memahami konsep caring dan mampu menanamkan dalam hati, disirami dan dipupuk untuk mampu memperlihatkan kemampuan soft skill sebagai perawat, yaitu empati, bertanggung jawab dan tanggung gugat, dan mampu belajar seumur hidup. Dan itu semua akan berhasil dicapai oleh perawat kalau mereka mampu memahami apa itu caring.Saat ini, caring adalah isu besar dalam profesionalisme keperawatan. Mata ajaran ini mendeskripsikan tentang keperawatan dasar dimana perawat akan mendalami konsep sebagai dasar ilmu keperawatan. Diharapkan perawat mampu memahami tentang pentingnya perilaku caring sebagai dasar yang harus dikuasai oleh perawat / ners. TEORI CARING DALAM KEPERAWATAN Perawat merupakan salah satu profesi yang mulia. Betapa tidak, merawat pasien yang sedang sakit adalah pekerjaan yang tidak mudah. Tak semua orang bisa memiliki kesabaran dalam melayani orang yang tengah menderita penyakit. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) . Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain. Caring dalam keperawatan dipelajari dari berbagai macam filosofi dan perspektif etik . Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori caring. Menurut Pasquali dan Arnold (1989) serta Watson (1979), human care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri . Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care, mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh . Lebih lanjut Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar, jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia, bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas pendampingan perawatan. Caring juga sebagai suatu affect yang digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi pasien. Dengan demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa merawat pasien . Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999) Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring . Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan asuhan kepada klien . Beberapa ahli merumuskan konsep caring dalam beberapa teori. Menurut Watson, ada tujuh asumsi yang mendasari konsep caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah 1. caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal, 2. caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien, 3. caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga, 4. caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya, 5. lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri, 6. caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit, 7. caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995). Watson juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif yang berasal dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor karatif membantu perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat, kehidupan, dan dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai kepuasan dalam melayani dan membantu klien. Sepuluh faktor karatif tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistic. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien. 1. Memberikan kepercayaan-harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan 2. Menumbuhkan kesensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain. 1. Mengembangkan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang diperlukan dalam faktor ini antara lain adalah kongruen, empati, dan kehangatan. 1. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien. 2. Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien. 3. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien. 4. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien. 5. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi. Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya. 10. Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995). Dari kesepuluh faktor karatif tersebut, Watson merumuskan tiga faktor karatif yang menjadi filosofi dasar dari konsep caring. Tiga faktor karatif tersebut adalah: pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik, memberikan harapan dan kepercayaan, serta menumbuhkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain (Julia, 1995). Kesepuluh faktor karatif di atas perlu selalu dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum memahami orang lain (Nurahmah, 2006). Leininger (1991) mengemukakan teori “culture care diversity and universality”, beberapa konsep yang didefinisikan antara lain 1. kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai, kepercayaan, norma, dan gaya hidup antar kelompok yang dapat mempengaruhi cara berpikir, mengambil keputusan, dan bertindak dalam pola-pola tertentu; 2. keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan dalam arti, pola, nilai, cara hidup, atau simbol care antara sekelompok orang yang berhubungan, mendukung, atau perbedaan dalam mengekspresikan human care; 3. cultural care didefinisikan sebagai subjektivitas dan objektivitas dalam pembelajaran dan pertukaran nilai, kepercayaan, dan pola hidup yang mendukung dan memfasilitasi individu atau kelompok dalam upaya mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi sejahtera, mencegah penyakit dan meminimalkan kesakitan; 4. dimensi struktur sosial dan budaya terdiri dari keyakinan/agama, aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, budaya, sejarah dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda; 5. care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan atau perilaku lain yang berkaitan untuk orang lain dalam meningkatkan kondisi kehidupannya; 6. care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan dan kegiatan untuk membimbing, mendukung, dan ada untuk orang lain guna meningkatkan kondisi kehidupan atau dalam menghadapi kematian; 7. caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan formal mengenai pengetahuan care serta keterampilan dan keahlian untuk mendampingi, mendukung, membimbing, dan memfasilitasi individu secara langsung dalam rangka meningkatkan kondisi kehidupannya, mengatasi ketidakmampuan/kecacatan atau dalam bekerja dengan klien (Julia, 1995, Madeline,1991). Sebagai seorang perawat, kemampuan care, core, dan cure harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk klien. Lydia Hall mengemukakan perpaduan tiga aspek tersebut dalam teorinya. Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan (Julia, 1995). Menurut Boykin dan Schoenhofer, pandangan seseorang terhadap caring dipengaruhi oleh dua hal yaitu persepsi tentang caring dan konsep perawat sebagai disiplin ilmu dan profesi. Kemampuan caring tumbuh di sepanjang hidup individu, namun tidak semua perilaku manusia mencerminkan caring (Julia, 1995). Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adalah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuk interaksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya. DAFTAR PUSTAKA A. Aziz Alimul Hidayat. 2004. Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Black M. Joyce&Jane H. Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing : clinical management for positive outcome. 7th edition. St Louis : Elseiver Inc. Elly Nurachmah. Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit. http://pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=786&tbl=artikel. (diakses 27 Agustus 2006). Farland M&Leininger M. 2002. Transcultural Nursing, Concept, Theories, Research & Practice. Mc. Grow-Hill Companies. George B. Julia. 1995. Nursing Theories : The Base Professional Nursing Practice. 4th edition. Connecticut : Appleton&Lange. Kidd Pamela Stinson. 2001. High Acuity Nursing. 3rd edition. New Jersey : Prentice Hall. Leininger M. Madeline. Culture Care Diversity and Universality : a theory of nursing. 1991. New York : National league for nursing press. M. Margaretha Ulemadja Wedho. Modalitas Perawat Adalah Empati (Refleksi Memperingati Ulang Tahun Ppni). http://www.indomedia.com/poskup/2005/03/16/edisi16/1603pin1.htm. (diakses 29 Agustus 2006). Meidiana Dwidiyanti. 1998. Aplikasi Model Konseptual Keperawatan. Edisi 1. Semarang : Akper Depkes Semarang. Munir Kamarullah. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Perawat. http://risetdua.tblog.com/. (diakses 27 Agustus 2006). Nila Ismani. 2000. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika. Potter A. Patricia&Anne G. Perry. 2001. Fundamentals of Nursing. 5th edition. St Louis : Mosby, Inc. Rawin. 2005. Action Research Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Perilaku Caring Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Universitas Diponegoro Semarang. Tidak dipublikasikan. Rokiah Kusumapradja. Pelayanan Prima Dalam Keperawatan. www.pdpersi.co.id/mukisi/hospex/rokiah.ppt. (diakses 29 Agustus 2006). Roswita Hasan. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. http://www.pjnhk.go.id/asuhankeperawatan3.htm. (diakses 27 Agustus 2006). Tim YIPD/ CLGI. Rumah Sakit Umum Daerah Yang Berpihak Pada Pelanggan, Suatu Keharusan Menjelang “Korporatisasi”: Perjalanan Sistematis Mengelola Perubahan. http://www.clgi.or.id/publikasi/index.php?act=ndetail&sub=artikel&p_id=28. (diakses 29 Agustus 2006). BAB II KOMUNIKASI TERAPEUTIK PENDAHULUAN Hubungan perawat pasien adalah hal penting dalam pelayanan keperawatan. Mata ajaran ini mendeskripsikan tentang pengertian komunikasi terapeutik, hubungan profesional antara perawat dan pasien, sehingga perawat mampu mempertanggungjawabkan hubungan terepeutik dengan pasien. Dimana perawat adalah orang yang paling dekat dan seharusnya memahami masalah pasien secara komprehensif sehingga pelayanan kesehatan akan dilakukan secara menyeluruh. Tujuan instruksional umum (standar kompetensi) • Perawat mampu melakukan teknik komunikasi terapeutik dengan pasien/klien. Tujuan instruksional khusus (kompetensi dasar) 1. Mengetahui sifat hubungan perawat pasien. 2. Mengidentifikasi definisi komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien. 3. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi komunikasi. 4. Menggunakan teknik-teknik komunikasi dengan klien. 5. Menganalisa kemampuan komunikasi yang dipunyai oleh perawat. KOMUNIKASI TERAUPETIK Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi pelayanan keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting telah mengamalkan ilmunya untuk sesama manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi terapeutik, karakteristik, fase dan dimensi “helping relationship”, termasuk “therapeutic use of self” untuk praktek keperawatan, serta sikap dan teknik komunikasi terapeutik. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SABAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT Perawat harus memiliki tanggung jawab yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Abdalati (1983), Bucauli (1978) dan Amsari(1995) menambahkan bahwa sebagai orang yang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak peduli. Individu yang tidak peduli terhadap orang lain adalah seorang pendosa yang mementingkan dirinya sendiri. Selanjutnya Pasquali&Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya yang melindungi, meningkatkan dan menjaga/mangabadikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain dalam mencari arti dalam sakit, penderitaan dan keberadaannya : membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri,…. Sesungguhnyalah setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memerlukan bantuan. Perilaku menolong sesama itu perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK “ HELPING RELATIONSHIPS “ Seorang perawat profesional selalu mengupayakan untuk berprilaku terapeutik, yang berarti bahwa tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang. Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang menurut Stuart dan Sundeen (1995) dan Limberg, Huter & Kruszweski (1983) meliputi 1. realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri; 2. indentitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi; 3. kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan mencintai; 4. peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik. Tujuan hubungan terapeutik akan tercapai apabila perawat dalam “helping relationship “ memiliki karakteristik sebagai berikut. 1. Kesadaran diri terhadap yang dianutnya. Perawat mampu menjelaskan tentang diri sendiri, keyakinan, apa yang menurutnya penting dalam kehidupannya, baru kemudian ia akan mampu menolong orang lain menjawab pertanyaan tersebut. 1. Kemampuan untuk menganalisa perasaan sendiri. Perawat secara bertahap belajar mengenal dan mengatasi berbagai perasaan antara lain perasaan marah, duka dan frustasi. 1. Kemampuan menjadi contoh peran. Perawat perlu mempunyai pola dan gaya hidup yang sehat termasuk mempertahankan kesehatan agar dapat dicontoh orang lain. 1. Altruistik. Perawat merasakan kepuasan karena mampu menolong orang lain dengan cara manusiawi. 1. Rasa tanggung jawab etik dan moral. Tiap keputusan yang dibuat selalu memperhatikan prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi kesehatan/ kesejahteraan manusia. 1. Tanggung jawab. Dua dimensi tanggung jawab yaitu bertanggung jawab terhadap tindakan sendiri dan berbagi tanggung jawab dengan orang lain. Dengan karakteristik tersebut, diharapkan perawat akan mampu menggunakan dirinya sendiri secara terapeutik (therapeutic use of self). Selanjutnya upaya perawat untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang dinamika komunikasi, penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri, dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain sangat diperlukan dalam “therapeutic use of self”. Menggunakan diri secara terapeutik memerlukan integrasi dari ketiga kemampuan tersebut (Achir Yani, 1995). JENIS KOMUNIKASI Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang pernah terjadi antara sedikitnya dua orang atau lebih dalam kelompok kecil, terutama dalam bentuk tatap muka dan paling sering digunakan dalam pelayanan keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagi ide, pengambilan keputusan dan pertumbuhan personal.Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non verbal. KOMUNIKASI VERBAL Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan objek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi verbal yang efektif harus : 1. jelas dan ringkas. Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadi kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa, dan dimana. Ringkasnya, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana. “ Katakan kepada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik dari pada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak”. 1. perbendaharaan kata. Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika digunakan oleh perawat, klien menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti oleh klien. Dari pada mengatakan “duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda“ akan lebih baik jika dikatakan “duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”. 1. arti denotatif dan konotatif. Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata “serius” dipahami oleh klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata “kritis” untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah disalahtafsirkan. Terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien. 1. selaan dan kecepatan bicara. Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat non verbal dari para pendengar yang mungkin menunjukkan ketidakmengertian. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang. 1. waktu dan relevansi. Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu yang tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien. 1. humor. Dugan (1998) menyatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress, meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines , mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan meningkatkan metabolisme. Namun perawat perlu berhati-hati jangan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien. KOMUNIKASI NON VERBAL Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling tepat dan menyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, kareana isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mempersepsikan pesan non verbal akan lebih mampu memahami klien, mendeteksi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non verbal teramati pada : 1. metakomunikasi. Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di balik kata-kata yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar contoh : tersenyum ketika sedang marah. 1. penampilan personal. Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli-ascosi, 1990 dalam potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seseorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien. 1. intonasi (nada suara). Nada suara pembicaraan mempunyai dampak yang besar terhadap arti sebuah pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyampaikan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat. 1. ekspresi wajah. Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yamg tampak melalui ekspresi wajah : terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar. 1. sikap tubuh dan ekspresi wajah. Sikap tubuh dan ekspresi menggambarkan sikap, emosi, konsep diri, dan keadaan fisik. Perawat dapat menyimpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat atau fraktur. 1. sentuhan. Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus memperhatikan norma sosial. Ketika memberikan asuhan keperawatan, parawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindari sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan dapat diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati. FASE-FASE “HELPING RELATIONSHIPS” Stuart dan Sundeen (1995) mengenalkan empat fase “helping relationships” yang berkembang secara berurutan dan tiap fase mempunyai tugas yang berbeda. Fase hubungan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Fase prainteraksi. Pada fase prainteraksi, tugas keperawatan adalah (1) menggali perasaan, fantasi, dan rasa takut dalam diri sendiri; (2) menganalisis kekuatan dan keterbatasan profesional diri sendiri; (3) mengumpulkan data tentang klien jika memungkinkan; (4) merencanakan pertemuan pertama dengan klien. 1. Fase orientasi dan perkenalan. Tugas keperawatan pada fase ini adalah (1) menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan; (2) membina rasa saling percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka; (3) menggali pikiran, perasaan dan tindakan klien; (4) mengidentifikasikan masalah klien; (5) mendefinisikan tujuan dengan klien; (6) merumuskan bersama kontrak termasuk nama, peran, tanggung jawab, harapan, tujuan, tempat pertemuan, waktu pertemuan, kondisi untuk terminasi, dan kerahasiaan. 1. Fase kerja. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) pada fase kerja, keperawatan bertugas; (1) menggali stressor yang berhubungan; (2) meningkatkan pengembangan penghayatan klien dan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif; dan (3) membahas dan mengatasi perilaku resisten. 1. Terminasi. Dalam fase terakhir ini, keperawatan bertugas; (1) membina kenyataan tentang perpisahan; (2) meninjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan; dan (3) menggali bersama perasaan ditolak, kehilangan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik komunikasi yang berbeda pula. Teknik komunikasi berikut ini, terutama menggunakan referensi dari Shives (1994), Stuart dan Sundeen (1995), Wilson dan Kneisl (1992), yaitu 1. mendengarkan dengan penuh perhatian Berusaha mendengarkan klien, menyampaikan pesan non verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan : 1. pandang klien ketika sedang berbicara, 2. pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan, 3. sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan, 4. hindarkan gerakan yang tidak perlu, 5. anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik, 6. condongkan tubuh ke arah lawan bicara. 1. menunjukkan penerimaan Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menerima apa yang dikatakan klien. 1. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan. 2. Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian. 3. Memastikan bahwa isyarat non verbal cocol dengan komunikasi verbal. 4. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. 5. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang Anda ucapkan “ (Cook, 1997). 1. menanyakan pertanyaan yang berkaitan Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan. 1. mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ini, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda. Contoh : K : “Saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga.” P : “Saudara mengalami kesulitan untuk tidur…….” 1. mengklarifikasi Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasikan dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkret dan mudah dimengerti klien. Contoh : – “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang Anda katakan “ - “Apa yang Anda katakan tadi adalah……………” 1. memfokuskan Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutuskan pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Contoh: “Hal ini tampaknya penting, mari kita bicarakan lebih dalam lagi.” 1. menyatakan hasil observasi Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertanya, memfokuskan atau mengklarifikasi pesan. Contoh : – “Anda tampak tegang “ - “Apakah Anda merasa tidak tenang apabila Anda……………” 1. menawarkan informasi Tambahan informasi memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaannya., memberikan tambahan informasi merupakan penyuluhan kesehatan bagi klien perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi, tetepi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan. 1. diam Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan ketrampilan dan ketepatan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan. 1. meringkas Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan selanjutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan. Contoh : – “Selama beberapa jam, Anda dan saya telah membicarakan….” 1. memberikan penghargaan Memberikan salam kepada klien dengan menyebutkan namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, menghargai klien sebagai manusia seutuhnya mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras melakukan segalanya demi mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa yang ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Peplau mengatakan: “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan yang demikian”. Contoh : – “Selamat pagi Ibu Sri”, atau “Assalamualaikum” - “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut Ibu” Dalam ajaran islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlak terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab 1. menawarkan diri Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain, atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya mengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih. Contoh : – “Saya akan duduk bersama sebantar.” - “Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.” 1. memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien merasa bahwa dia yang memimpin pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya dalam interaksi ini, perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan. Contoh : – “Adakah sesuatu yang ingin Anda bicarakan?” - “Apa yang sedang Saudara pikirkan?” - “Darimana Anda ingin memulai pembicaraan ini?” 1. menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengidentifikasi bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan diskusi/pembicaraan. Contoh: – “………teruskan….?” - “………dan kemudian…..?” - “Ceritakan kepada saya tentang itu…” 1. menempatkan kejadian dan waktu secara berurutan Mengurutkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian akan menuntun perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Perawat akan dapat menemukan pola kesukaran interpersonal, dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya. Contoh : – “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya?” - “Kapan kejadian tersebut terjadi?” 1. menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segalanya dari perspektif. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas. Contoh : – “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan Saudara ketika akan dioperasi” - “Apa yang sedang terjadi?” 1. refleksi Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan, maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengidentifikasi bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya, untuk membuat keputusan, dan memikirkan dirinya sendiri. Menyadari bahwa perawat mengharapkan klien untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian daripada orang lain. Contoh: K : “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?” P : “Apakah menurut Anda , Anda harus mengatakannya?” K : “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahkan tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya” P : “ Ini menyebabkan Anda marah”. LATIHAN 1. Program latihan empati di rumah, dengan komunikasi dengan orang yang paling dekat, refleksikan kemampuan perawat dalam melatih menggunakan teknik komunikasi klarifikasi, refleksi dan membagi persepsi. 2. Perawat dibagi kelompok masing-masing 3 orang, satu sebagai perawat, satu sebagai pasien, satu sebagai observer. 3. Dengan skenario, perawat di poliklinik, bagaimana perawat berkomunikasi dengan pasien. 4. Tugas observer : 1. menilai perawat, bagaimana dia mendengar, 2. memfokuskan pertanyaan, 3. mengklarifikasi, 4. teknik komunikasi yang digunakan, 5. memperhatikan bahasa non verbal pasien dan perawat, 6. melaporkan hasil observasi pada kelompok lain, 7. masukan dari kelompok. 1. Kesimpulan tentang beberapa yang penting dilatih terus dan melakukan refleksi tentang perasaan dan pikiran perawat pada saat menghadapi pasien. TEST FORMATIF 1. Pada tahap apa Anda melakukan kontrak dengan pasien? 1. pra interaksi 2. interaksi 3. terminasi 4. kerja 5. kontrak 1. Pasien datang ke RSJ dengan halusinasi mendengar bahwa “ada sesorang yang mau membunuhnya”. Pengkajian yang harus di kembangkan berfokus pada 1. apa yang terjadi di rumah 2. riwayat hidup 3. teman bergaul 4. pekerjaan 5. orang tuanya 1. Mengenal pasien dengan mengumpulkan data apa adanya termasuk tahap apa dalam hubungan perawat pasien? 1. pre interaksi 2. interaksi 3. kerja 4. terminasi 5. kontrak 1. Dalam hubungan terapeutik, mengenal kesedihan karena perpisahan termasuk tahap 1. pre interaksi 2. interaksi 3. kerja 4. terminasi 5. kontrak 1. Dalam hubungan terapeutik, mengenal kelemahan dan kelebihan perawat sendiri termasuk tahap 1. pre interaksi 2. interaksi 3. kerja 4. terminasi 5. kontrak 1. Bila pasien tidak mau diajak berkomunikasi oleh seorang perawat, penyebabnya adalah 1. belum kenal 2. karena perawat 3. belum berpengalaman 4. tidak ada rasa percaya pasien 5. pasien sedang mau sendiri 1. Bila perawat mengatakan “Apa yang Ibu maksud dengan tidak betah di RS?” termasuk teknik komunikasi 1. klarifikasi 2. pertanyaan terbuka 3. informasi 4. humor 5. membagi persepsi 1. Kalau perawat menggunakan tehnik komunikasi klarifikasi dengan pertanyaan “bisa ibu ceritakan apa yang dimaksud ibu marah sama suami” tujuannya adalah: 1. Supaya ibu cerita 2. Agar dapat terjadi komunikasi yang baik 3. Menolong ibu untuk merasakan perasaannya yang sebenarnya terhadap suaminya. 4. Agar masalahnya dengan suami bisa diatasi dengan bain 5. Agar ibu tersebut lega dan tidak marah lagi. 1. Bagaimana cara meningkatkan kesadaran diri? 1. membuka diri pada orang lain 2. terbuka 3. ramah 4. percaya dengan orang lain 5. baik dengan orang lain. 1. Kesadaran diri yang tinggi menurut Johari Window, daerah yang harus diperluas dalam hati kita adalah 1. publik 2. semi publik 3. rahasia 4. buta 5. semu 1. Kalau seseorang dianggap judes, tetapi dia tidak merasa judes, orang tersebut tergolong pada daerah 1. publik 2. semi publik 3. rahasia 4. buta 5. semu 1. Pada saat Anda ditugasi mengelola satu kasus, kemudian anda merencanakan pertemuan pertama dengan pasien yang ternyata sudah sampai satu minggu dirawat, langkah pertama Anda adalah 1. bertanya nama dan alamat serta diagnosa 2. mencari informasi dari perawat ruangan 3. mencari status pasien 4. menyusun daftar pertanyaan 5. langsung menemui pasien 1. Ciri-ciri hubungan terapeutik adalah, kecuali 1. memberi jaminan kembali 2. tujuan spesifik 3. batas waktu jelas 4. berfokus pada klien 5. ada kontrak atau perjanjian 1. Elemen-elemen berikut ini harus dikerjakan perawat pada fase pertama hubungan terapeutik, kecuali 1. perkenalan perawat-klien 2. membuat tujuan yang akan dicapai 3. menentukan lamanya waktu 4. negosiasi waktu pertemuan 5. negosiasi imbalan jasa yang diberikan 1. Komunikasi dikatakan efektif bila 1. penyampaian pesan berjalan sangat lancar 2. penyampaian pesan dapat menjangkau banyak orang 3. pesan disampaikan dengan bahasa sederhana 4. pesan dapat menjadi milik penerima 5. pesan disampaikan melaui media menarik 1. “apa yang dimaksud dengan ibu bingung?, adalah contoh teknik komunikasi: 1. Tehnik klarifikasi 2. Tehnik membagi persepsi 3. Tehnik diam 4. Tehnik refleksi 5. Tehnik focusing 1. pada saat pasien memberikan kartu berobat kepada perawat, perawat bertanya” ibu mau dioperasi”? tehnik komunikasi apa yang digunakan perawat? 1. Tehnik klarifikasi 2. Tehnik membagi persepsi 3. Tehnik diam 4. Tehnik refleksi 5. Tehnik focusing 1. “ ibu kelihatan capai, apakah ada hubungannya tadi malam tidak bisa tidur ?, tehnik komunikasi apa yang digunakan perawat? 1. Tehnik klarifikasi 2. Tehnik membagi persepsi 3. Tehnik diam 4. Tehnik refleksi 5. Tehnik focusing 1. “ners saya mau pulang” , respon terbaik perawat adalah 1. “bisa ibu ceritakan apa yang ibu rasakan”? 2. “ ya bu nanti ibu pulang” 3. “ingin cepat pulang bu”? 4. “Ya bu harus mengurus administrasi dulu” 5. “ boleh” 1. Pasien dengan post amputasi kaki kiri karena kecelakaan lalu lintas, tidak mau memperlihatkan kakinya, dia mengatakan “kaki saya tidak apa-apa kok”. Pernyataan pasien tersebut menunjukan 1. belum menerima keadaan post amputasi 2. gangguan harga diri 3. gangguan citra tubuh 4. gangguan konsep diri 5. gangguan sosial KUNCI JAWABAN: 1.b, 2. a. 3.a, 4. d, 5. a. 6. d, 7.a, 8.c, 9. a, 10.a, 11.b, 12.c, 13.a, 14.a, 15.d, 16.a, 17.b, 18. b, 19.a, 20. c. RANGKUMAN Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kehampaan, tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat. DAFTAR PUSTAKA Cook, j.S., dan Fontaine, K.L. (1987). Essentials of Mental Health Nursing. California :addition-Wesley Publishing Company. Kozier, B., dan Erb., G. (1992) Fundamental of Nursing : Concepts and Procedure. (2 nd ed). California : Addition Wesley Publishing Company Lindberg., J.B. Hunter, M.L., dan Kruszewki, A.Z. (1983). Introduction to Person-Centered Nursing. Philadelphia : J.B. Lippincott Company. Potter, P.A., dan perry, A.G., (1989). Fundamentals of Nursing Concepts, Process and Practice. (2 nd ed). St Louis : The Mosby Company. Stuart, G.W., dan Sundeen, S.J. (1991). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (3 rd ed). St. Louis : Mosby Year Book BAB III ETIKA KEPERAWATAN PENDAHULUAN Etika sebagai ilmu yang normatif, dengan sendirinya berisi norma dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak permasalahan etika yang sudah dirasakan oleh profesi keperawatan, walaupun belum menjadi inti perhatian bagi dunia keperawatan baik dalam teori maupun praktek. Etika merupakan hal penting dalam profesionalisme keperawatan, proses pembelajaran etika bukan hanya memahami difinisi tetapi juga memahami masalah-masalah yang ada di pelayanan kesehatan saat ini, sehingga diharapakan mampu memahami teori dan mampu mamahami masalah yang menjadi kenyataan. Diharapkan perawat dibekali cara berpikir kritis sehingga dapat memberikan alternatif penyelesaian etik dan antisipasinya.Kompetensi yang harus dimiliki perawat adalah perawat mampu mendifinisikan konsep etik dan mampu mengidentifikasi masalah yang terjadi di pelayanan kesehatan, serta mampu menerapkan pelayanan keperawatan dengan memperhatikan sikap etik dengan menggukan kode etik keperawatan sebagai pedoman. KONSEP ETIK Perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya didalam menghadapi masalah yang menyangkut etika. Seseorang harus berpikir secara rasional, bukan emosional dalam membuat keputusan etis. Keputusan tersebut membutuhkan ketrampilan berpikir secara sadar yang diperlukan untuk menyelamatkan keputusan pasien dan memberikan asuhan. Teori dasar/prinsip-prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis praktik profesional. Teori-teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Para ahli falsafah moral telah mengemukakan beberapa teori etik, yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi. 1. Teleologi. Teleologi berasal dari bahasa Yunani telos yang berarti akhir. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan the end fustifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia.Contoh penerapan teori ini misalnya bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat. 1. Deontologi. Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas. Teori ini berprinsip pada aksi atau tindakan. Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh. Penerapan teori ini perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk. Prinsip etika keperawatan meliputi kemurahan hati (beneficence).Inti dari prinsip kemurahan hati adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan yang merugikan atau membahayakan pasien. Prinsip ini seringkali sulit diterapkan dalam praktik keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan sering memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak ada kepastian yang jelas apakah perawat bertanggung jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah adanya sumbangsih perawat terhadap kesejahteraan kesehatan, keselamatan dan keamanan pasien. 1. keadilan (justice) Prinsip keadilan ini menyatakan bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat harus diperlakukan tidak sederajat sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini berarti bahwa kebutuhan kesehatan dari mereka yang sederajat harus menerima sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah sebanding. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini ia harus mendapatkan sumber kesehatan yang besar pula.Keadilan berbicara tentang kejujuran dan pendistribusian barang dan jasa secara merata. Fokus hukum adalah perlindungan masyarakat, sedangkan fokus hukum kesehatan adalah perlindungan konsumen. 1. otonomi Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Permasalaan yang muncul dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya informasi dll. 1. kejujuran (veracity) Prinsip kejujuran menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Kejujuran harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan pasien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Perawat sering kali tidak memberitahukan kejadian sebenarnya kepada pasien yang sakit parah. Kejujuran berarti perawat tidak boleh membocorkan informasi yang diperoleh dari pasien dalam kapasitasnya sebagai seorang profesional tanpa persetujuan pasien. Kecuali jika pasien merupakan korban atau subjek dari tindak kejahatan, maka perbuatan tersebut dapat diajukan ke depan pengadilan dimana perawat menjadi seorang saksi. 1. ketaatan (fidelity) Prinsip ketaatan merupakan tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli pada pasien merupakan salah satu aspek dari prinsip ketaatan. Peduli kepada pasien merupakan komponen paling penting dari praktik keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal. Prinsip ketaatan juga mempunyai arti tidak melanggar untuk melakukan hal yang membahayakan pasien. Permasalahan etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan. Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, dalam hal ini dikenal dengan istilah masalah etika biomedis atau bioetis. Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang mempelajari masalah-masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang biologi dan kedokteran Kode Etik Keperawatan Indonesia (PPNI,2000): Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat. Perawatan dalam melaksanakan pengabdian senantiasa berpedoman pada tanggungjawab yang pangkal tolaknya bersumber pada adanya kebutuhan terhadap perawatan untuk individu, keluarga dan masyarakat,Perawatan dalam melaksanakan pengabdian dalam bidang perawatan senantiasa memelihara situasi lingkungan yang menghormati nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.Perawatan dalam melaksanakan kewajibannya bagi individu dan masyarakat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.Perawatan senantiasa menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan individu dan masyarakat dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan khususnya serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas kewajiban pada kepentingan masyarakat. Tanggung jawab perawat terhadap tugas. Perawatan senantiasa memelihara mutu pelayanan perawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan perawatan sesuai dengan kebutuhan individu dan atau klien, keluarga dan masyarakat.Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya.Perawatan tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan perawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma perawatan.Perawatan dalam menunaikan tugas dan kewajiban senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh dengan pertimbangan kebangsaan, kesukuan, keagamaan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik serta kedudukan sosial.Perawat senantiasa melakukan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih tugaskan tangungjawab yang ada hubungan dengan perawatan. Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan dengan tenaga kesehatan lain, baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja ataupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya terhadap sesama perawat serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan pengetahuan dalam bidang perawatan.Tanggung jawab perawat terhadap profesi perawatan.Perawat senantiasa meningkatkan pengetahuan kemampuan profesional secara sendiri atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan perawatan.Perawat selalu menjungjung tinggi nama baik profesi perawatan dengan menunjukkan tingkahlaku dan kepribadian yang luhur.Perawat senatiasa berperan dalam penentuan pembakuan pendidikan dan pelayanan perawatan serta menerapkan dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan perawatan.Perawatan secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi perawatan sebagai sarana pengabdian. Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air. Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan sebagai kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan perawatan.Perawatan senantiasa berperan aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada masyarakat. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN KEPUTUSAN ETIS Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktik keperawatan profesional. Dalam membuat keputusan etis, ada beberapa unsur yang mempengaruhi seperti nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip- prinsip etik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etis antara lain faktor agama dan adat istiadat, sosial, ilmu pengetahuan/teknologi, legalisasi/keputusan juridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak pasien. 1. Faktor agama dan adat istiadat. Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama dalam membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan untuk memahami nilai-nilai yang diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini memang diperlukan proses. Semakin tua dan semakin banyak pengalaman belajar, seseorang akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai-nilai yang dimilikinya. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia harus beragama/berkeyakinan. Ini sesuai dengan sila pertama Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana di Indonesia menjadikan aspek ketuhanan sebagai dasar paling utama. Setiap warga negara diberi kebebasan untuk memilih kepercayaan yang dianutnya. 1. Faktor sosial. Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor ini antara lain meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, dan peraturan perundang-undangan. Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan. 1. Faktor ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pada era abad 20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang belum dicapai manusia pada abad sebelumnya. Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai bidang. Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan bahan-bahan/obat-obatan baru. Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesin hemodialisa. Ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat diganti dengan berbagai inseminasi. Kemajuan-kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan etika. 1. Faktor legislasi dan keputusan juridis. Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya tindakan yang merupakan reaksi perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menurut hukum sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan konflik. Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan juridis bagi permasalahan etika kesehatan sedang menjadi topik yang banyak dibicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu, dan perundang-undangan baru banyak disusun untuk menyempurnakan perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan permasalahan hukum kesehatan. 1. Faktor dana/keuangan. Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan konflik. Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah. 1. Faktor pekerjaan. Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam pembuatan suatu keputusan. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus diselesaikan dengan keputusan/aturan tempat ia bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering mendapat sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia mendapatkan sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan. 1. Kode etik keperawatan. Kelly (1987), dikutip oleh Robert Priharjo, menyatakan bahwa kode etik merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting dalam penentuan, pertahanan dan peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukkan bahwa tanggung jawab kepercayaan dari masyarakat telah diterima oleh profesi. Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap masalah yang menyangkut etika, perawat harus banyak berlatih mencoba menganalisis permasalahan-permasalahan etis. 1. Hak-hak pasien. Hak-hak pasien pada dasarnya merupakan bagian dari konsep hak-hak manusia. Hak merupakan suatu tuntutan rasional yang berasal dari interpretasi konsekuensi dan kepraktisan suatu situasi. Pernyataan hak-hak pasien cenderung meliputi hak-hak warga negara, hak-hak hukum dan hak-hak moral. Hak-hak pasien yang secara luas dikenal menurut Megan (1998) meliputi hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas, hak untuk diberi informasi, hak untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan, hak untuk diberi informed concent, hak untuk mengetahui nama dan status tenaga kesehatan yang menolong, hak untuk mempunyai pendapat kedua(secand opini), hak untuk diperlakukan dengan hormat, hak untuk konfidensialitas (termasuk privacy), hak untuk kompensasi terhadap cedera yang tidak legal dan hak untuk mempertahankan dignitas (kemuliaan) termasuk menghadapi kematian dengan bangga. SIKAP MELINDUNGI PASIEN (ADVOCACY) Sikap melindungi pasien (advocacy) mempunyai pemahaman kemampuan seseorang (perawat) untuk memberikan suatu pernyataan/pembelaan untuk kepentingan pasien. Advocacy merupakan kamampuan untuk bisa melakukan suatu kegiatan ataupun berbicara untuk kepentingan orang lain dengan tujuan memberikan perlindungan hak pada orang tersebut . Advocacy sering digunakan dalam konteks hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi hak-hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advocacy menurut Ikatan Perawat Amerika/ANA (1985) adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun. Perawat sebagai advokat pasien berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela kepentingan pasien dan membantu pasien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advocacy sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien. Perawat juga harus melindungi dan memfasilitasi keluarga/masyarakat dalam pelayanan keperawatan . LATIHAN 1. MARI BELAJAR ETIK DARI PENGALAMAN “Seorang pedagang miskin yang kiosnya meledak, saat itu oleh keluarga dan beberapa tetangga langsung dibawa ke Rumah Sakit. Namun apa yang terjadi setelah mereka sampai ke Rumah Sakit? Kebetulan malam itu seorang perawat X sedang tugas jaga di bagian administrasi, entah mengapa setelah menunjukkan askeskinnya pedagang tersebut dipersulit, padahal kondisinya sangat kritis karena luka bakar. Kemudian datang seorang nyonya kaya yang pingsan. Dengan mudahnya perawat X mengijinkan dia masuk rumah sakit dan mendapatkan pelayanan yang selayaknya. Setelah melalui banyak prosedur akhirnya pedagang tersebut diperolehkan masuk. Dengan tidak ramah dan tidak santun perawat menyuruh klien (pedagang) menunggu giliran untuk masuk ruang UGD. Klien diminta untuk menunggu di ruangan yang tidak layak huni dan ditinggalkan begitu saja.” (Berdasarkan kasus yang disampaikan oleh perawat). Dari kasus dapat dianalisis bahwa sikap perawat X tidak sesuai kode etik keperawatan dan profesi keperawatan. Kasus tersebut menggambarkan situasi pelayanan kesehatan saat ini memang sedang mengalami pergeseran paradigma. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak warga negara, menjadi industri jasa kesehatan yang diperdagangkan. 1. Pasien mempunyai banyak variasi pengalaman sehubungan dengan sakit dan penyakit. Tidak semua dari mereka bisa di sembuhkan dengan pengobatan, operasi, atau tindakan tertentu, beberapa pasien mungkin lama tidak bertemu keluarga atau teman, ada yang mungkin tidak punya tangan, tidak mampu mendengar, takut dengan ketidakmampuan dan takut mati adalah masalah sendiri bagi pasien. Banyak yang sakit dengan waktu lama kehilangan peran atau tidak akan mampu lagi hidup seperti sebelumnya. Coba Anda perhatikan orang yang datang ke klinik, dan coba Anda rasakan apa sebenar-benarnya yang mereka butuhkan, dan mengapa dia datang ke klinik. 2. Apakah perawat harus menggunakan identitas nama yang jelas, bila merawat? Jelaskan menurut kode etik keperawatan. TEST FORMATIF 1. Dalam kontek profesionalisme keperawatan aspek etik merupakan hal penting jelaskan? 2. Anda telah mendapatkan gambaran penerapan etik di pelayanan, berikan contoh dan jelaskan sesuai kode etik keperawatan Indonesia. 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teman sejawat? RANGKUMAN Pengetahuan etika keperawatan : - Nilai dan kepercayaan pribadi - Kode etik perawatan - Konsep moral keperawatan - Prinsip-prinsip etika Sikap melindungi pasien (advocacy) Keputusan etis DAFTAR PUSTAKA Ali. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta, Widya Medika, 2004. Rr-Pujiastuti, SE. Model DELIKAN Meningkatkan Kemampuan Prinsip Etika Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Klinik Pada Perawat Keperawatan dan Kebidanan Poltekes Semarang. Semarang, Poltekes, 2005. Baharudin. Etika Individual (Pola Dasar Filsafat Moral). Cetakan I, Jakarta, Rineka Cipta, 2000. Ismani. Etika Keperawatan. Jakarta, Widya Medika, 2001. Kusnanto. Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta, EGC, 2004. Priharjo. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarat, Kanisius, 1995. Potter, PA. Buku Ajar Fundamental : Konsep, Proses dan Praktik. Alih Bahasa, Yasmin Asih, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2005. BAB IV KEBUTUHAN SPIRITUAL PASIEN PENDAHULUAN Penting bagi perawat untuk memahami konsep yang mendasari kesehatan spiritual. Spiritualitas merupakan suatu konsep yang unik pada masing-masing individu.Manusia adalah makhluk yang mempunyai aspek spiritual yang akhir-akhir ini banyak perhatian dari masyarakat yang di sebut kecerdesan spiritual yang sangat menentukan kehagiaan hidup seseorang. Perawat atau ners memahami bahwa aspek ini adalah bagian dari pelayanan yang komprehensif. Karena respon spiritual kemungkian akan muncul pada pasien. Kompetensi standar yang di capai adalah perawat mampu mengidentifikasi aspek spiritual yang terjadi pada pasien. Dengan kompetensi dasar sebagai berikut. 1. Perawat mampu mendifinisikan aspek spiritual pada manusia atau pasien. 2. Perawat mampu mengidentifikasi kebutuhan spiritual pada pasien yang sakit. 3. Perawat mampu memberikan alternatif cara untuk memenuhi kebutuhan spiritual. PENGERTIAN SPIRITUAL Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek : 1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, 2) menemukan arti dan tujuan hidup, 3) menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, 4) mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi. Mempunyai kepercayaaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama, kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa, suatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action). Harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai sutau prestasi dan berorientasi ke depan. Agama, adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisasi atau teratur. Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal, fisiologikal atau fisik, sosiologikal dan spiritual. Kata “spiritual” sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary, untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atau pernyataan jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembangan pemikiran dan perasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubungan dengan organisasi keagaamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakan serta memimpin cara berfikir dan bertingkah laku seseorang . Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan sistem kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intra-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan prilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan (Dossey & Guzzetta, 2000). Para ahli keperawatan menyimpulkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang menyatu dan universal bagi semua manusia. Setiap orang memiliki dimensi spiritual. Dimensi ini mengintegrasi, memotivasi, menggerakkan, dan mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia. KETERKAITAN ANTARA SPIRITUAL, KESEHATAN DAN SAKIT Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku self-care klien. Keyakinan spiritual yang perlu di pahami antara lain 1. menuntun kebiasaan hidup sehari-hari Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien, seperti tentang makanan diet. 1. sumber dukungan Saat stress individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. 1. sumber kekuatan dan penyembuhan Individu bisa menahan distress fisik yang luar biasa karena mempunyai keyakinan yang kuat. 1. sumber konflik Pada situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan, seperti pandangan penyakit. Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf . KARAKTERISTIK SPIRITUAL Spiritualitas mempunyai suatu karakter, sehingga bisa diketahui bagaimana tingkat spiritualitas seseorang. Karakteristik spiritual tersebut, antara lain 1. hubungan dengan diri sendiri 1) Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya). 2) Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, harmoni atau keselarasan diri). 1. hubungan dengan alam 1) Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa dan iklim. 2) Berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki), mengabadikan dan melindungi alam. 1. hubungan dengan orang lain Harmonis 1) Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik. 2) Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit. 3) Menyakini kehidupan dan kematian. Tidak harmonis 1) Konflik dengan orang lain. 2) Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi. 1. hubungan dengan Ketuhanan Agamis atau tidak agamis 1) Sembahyang/berdo’a/meditasi. 2) Perlengkapan keagamaaan. 3) Bersatu dengan alam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila mampu : 1) merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan, 2) mengembangkan arti penderitaan dan menyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan, 3) menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta, 4) membina integritas personal dan merasa diri berharga, 5) merasakan kehidupan yang terarah yang terlihat melalui harapan, 6) mengembangkan hubungan antar manusia yang positif. KONSEP-KONSEP YANG TERKAIT DENGAN SPIRITUAL Sebuah isu yang sering muncul dalam konsep keperawatan adalah kesulitan dalam membedakan antara spiritual dengan aspek-aspek yang lain dalam diri manusia, khususnya membedakan spiritual dari religi. Selain itu perawat juga perlu memahami perbedaan dimensi spiritual dengan dimensi psikologi, dan memperkirakan bagaimana kebudayaan dengan spiritual saling berhubungan. 1. Religi Berdasarkan kamus, religi berarti suatu sistem kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa (Smith, 1995). Pargamet (1997) mendefinisikan religi sebagai suatu pencarian kebenaran tentang cara-cara yang berhubungan dengan korban atau persembahan. Seringkali kali kata spiritual dan religi digunakan secara bertukaran, akan tetapi sebenarnya ada perbedaan antara keduanya. Dari definisi religi, dapat digunakan sebagai dasar bahwa religi merupakan sebuah konsep yang lebih sempit daripada spiritual. Mengingat spiritual lebih mengacu kepada suatu bagian dalam diri manusia, yang berfungsi untuk mencari makna hidup melalui hubungan intra-, inter-, dan transpersonal (Reed, 1992). Jadi dapat dikatakan religi merupakan jembatan menuju spiritual yang membantu cara berfikir, merasakan, dan berperilaku serta membantu seseorang menemukan makna hidup. Sedangkan praktek religi merupakan cara individu mengekspresikan spiritualnya . 1. Dimensi Psikologi Karena fisik, psikologi, dan spiritual merupakan aspek yang saling terkait, sangat sulit membedakan dimensi psikologi dengan dimensi spiritual. Akan tetapi sebagai perawat harus mengetahui perbedaan keduanya.Spilka, Spangler, dan Nelson (1983) membedakan dua dimensi ini dengan mengatakan bahwa dimensi psikologi berhubungan dengan hubungan antar manusia seperti : berduka, kehilangan, dan permasalahan emosional. Sedangkan dimensi spiritual merupakan segala hal dalam diri manusia yang berhubungan dengan pencarian makna, nilai-nilai, dan hubungan dengan Yang Maha Kuasa. 1. Kebudayaan Kebudayaan merupakan kumpulan cara hidup dan berfikir yang dibangun oleh sekelompok orang dalam suatu daerah tertentu (Martsolf, 1997). Kebudayaan terdiri dari nilai, kepercayaan, tingkah laku sekelompok masyarakat. Kebudayaan juga meliputi perilaku, peran, dan praktek keagamaan yang diwariskan turun-temurun. Menurut Martsolf (1997) ada tiga pandangan yang menjelaskan hubungan spiritual dengan kebudayaan, yaitu spiritual dipengaruhi seluruhnya oleh kebudayaan, spiritual dipengaruhi pengalaman hidup yang tidak berhubungan dengan kebudayaan, dan spiritual dapat dipengaruhi kebudayaan dan pengalaman hidup yang tidak berhubungan dengan kebudayaan. MANIFESTASI SPIRITUAL Manifestasi spiritual merupakan cara kita untuk dapat memahami spiritual secara nyata. Manifestasi spiritual dapat dilihat melalui bagaimana cara seseorang berhubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan dengan Yang Maha Kuasa, serta bagaimana sekelompok orang berhubungan dengan anggota kelompok tersebut (Koenig & Pritchett, 1998). Contoh kebutuhan spiritual individu adalah kebutuhan seseorang untuk mencari tujuan hidup, harapan, mengekspresikan perasaan kesedihan maupun kebahagiaan, untuk bersyukur, dan untuk terus berjuang dalam hidup. Kebutuhan spiritual menyangkut individu dengan orang lain meliputi keinginan memaafkan dan dimaafkan serta mencintai dan dicintai. Menurut Nolan & Crawford (1997) kebutuhan spiritual sekelompok orang meliputi keinginan kelompok tersebut untuk dapat memberikan kontribusi positif terhadap lingkungannya. Dalam kenyataannya, semua manusia memiliki dimensi spiritual, semua klien akan mengekspresikan dan memanifestasikan kebutuhan spiritual mereka kepada perawat. Karena kurangnya pemahaman tentang kebutuhan spiritual, seringkali perawat gagal dalam mengenali ekspresi kebutuhan spiritual klien, sehingga perawat gagal dalam memenuhi kebutuhan tersebut.Kesejahteraan Spiritual,merupakan suatu kondisi yang ditandai adanya penerimaan hidup, kedamaian, keharmonisan, adanya kedekatan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan sehingga menunjukkan adanya suatu kesatuan (Greer & Moberg, 1998). Dalam hierarki kebutuhan dasar manusia, kesejahteraan spiritual termasuk dalam tingkat kebutuhan aktualisasi diri . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SPIRITUAL Menurut Taylor & Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseorang adalah 1. tahap perkembangan seseorang Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda, ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak. 1. keluarga Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara dan orang tua. 1. latar belakang etnik dan budaya Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan keluarga. Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu. 1. pengalaman hidup sebelumnya Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikahan, kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan. Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia untuk menguji imannya. 1. krisis dan perubahan Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal. 1. terpisah dari ikatan spiritual Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpisah atau kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti kegiatan agama dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa memberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritual. 1. isu moral terkait dengan terapi Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti sirkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi,dll. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan. CARA PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PERAWAT Perawat diharapkan terlebih dahulu terpenuhi kebutuhan spiritualnya, sebelum membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan spiritual klien. Dengan hal ini diharapkan perawat dapat lebih memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan spiritual perawat antara lain sebagai berikut. 1. Beribadah dalam suatu komunitas. Berpartisipasi dalam suatu komunitas rohani dapat meningkatkan spiritualitas. Banyak orang merasa asing dengan orang-orang yang memiliki agama atau kepercayaan sama. Tetapi dengan bergabung dalam suatu komunitas rohani dapat menimbulkan rasa nyaman dan dapat meningkatkan rasa spiritual. 1. Berdoa. Berdoa, membaca kitab suci, merenungkan berkat dalam hidup dan berserah kepada Yang Maha Kuasa merupakan cara yang baik dalam meningkatkan spiritual. 1. Meditasi. Beberapa orang manggunakan yoga atau meditasi untuk kembali menenangkan diri dan memfokuskan pikiran kembali untuk menemukan makna dari suatu hal. 1. Pembenaran yang positif. Pembenaran yang positif dapat membantu seseorang menghadapi situasi stress. Salah satu cara untuk mendapat pembenaran positif adalah dengan berdiam diri, sambil merenungkan kitab suci atau nyanyian. 1. Menulis pengalaman spiritual. Perawat dapat menulis perasaan yang sedang dirasakan, pengalaman spiritual yang dialami, atau semua inspirasi dan pikiran-pikiran yang timbul. Cara ini sangat bermanfaat bagi perawat untuk dapat keluar dari situasi stress. 1. Mencari dukungan spiritual. Dukungan spiritual dapat datang dari mana saja. Perawat dapat mencari dukungan spiritual dari komunitas rohaninya. Selain itu dukungan spiritual juga dapat diperoleh dari teman, mentor, ataupun konselor. Menurut Agus (2002) inti dari pemenuhan kebutuhan spiritual untuk mencapai kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) adalah proses transendensi dan realisasi. Dalam proses transendensi (menyendiri), pencerahan-pencerahan spiritual terjadi. Seseorang dapat menjalankan hubungan yang paling intim dengan hakikat diri terdalamnya atau dengan Tuhannya. Dengan memusatkan diri untuk sementara waktu dari keributan dunia, seseorang dapat mencurahkan segenap kemampuannya untuk memahami makna dari apa yang telah terjadi dan bagaimana seharusnya kejadian itu dapat diperbaiki . Hal serupa juga dikemukakan oleh Danah Zohar & Ian Marshall (2002). Secara umum kita dapat meningkatkan kecerdasan spiritual dengan meningkatkan proses tersier psikologi kita, yaitu kecenderungan untuk bertanya mengapa, untuk mencari keterkaitan antara segala sesuatu, untuk membawa ke permukaan asumsi-asumsi mengenai makna dibalik atau di dalam sesuatu. Kita menjadi lebih suka merenung, sedikit menjangkau di luar diri kita, bertanggung jawab, lebih sadar diri, lebih jujur terhadap diri sendiri, dan lebih pemberani. LATIHAN 1. Anda merawat pasien beragama kristen, kemudian anda melihat pasien yang sudah sakit lama sedang berdoa, sambil menangis, apa yang harus Anda lakukan sebagai perawat yang beragama islam? 2. Anda mendengar ibu pasien berkata “Kenapa anak saya sakit ya Allah, apa dosa saya”?, jelaskan bagaimana Anda memenuhi kebutuhan spiritual pasien. 3. Bagaimana Anda mengenal aspek spiritual anda sendiri sebagai seorang perawat. TEST FORMATIF 1. Jelaskan tentang kebutuhan spiritual pada pasien? 2. Cara-cara perawat memenuhi kebutuhan spiritual pada pasein bagaimana? 3. Mengapa perawat harus memperhatikan aspek spiritual? 4. Bagaimana anda mengetahui bahwa pasien mempunyai masalah spiritual? 5. Prinsip apa yang harus anda pahami dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien? RANGKUMAN Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku self care klien. Keyakinan spiritual yang perlu dipahami ,menuntun kebiasaan hidup sehari-hari gaya hidup atau perilaku tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien seperti tentang permintaan menu diet. Sumber dukungan, spiritual sering menjadi sumber dukungan bagi seseorang untuk menghadapi situasi stress. Dukungan ini sering menjadi sarana bagi seseorang untuk menerima keadaan hidup yang harus dihadapi termasuk penyakit yang dirasakan. Sumber kekuatan dan penyembuhan,individu bisa memahami distres fisik yang berat karena mempunyai keyakinan yang kuat. Pemenuhan spiritual dapat menjadi sumber kekuatan dan pembangkit semangat pasien yang dapat turut mempercepat proses kesembuhan. Sumber konflik pada situasi tertentu dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan seperti tentang pandangan penyakit ataupun tindakan terapi. Pada situasi ini, perawat diharapkan mampu memberikan alternatif terapi yang dapat diterima sesuai keyakinan pasien.

Teori Modeling dan Role Modeling

Teori Modeling dan Role Modeling ( Erickson ) MODELING DAN ROLE MODELING Teori model dan role modeling (MRM) menjelaskan paradigma dan teori tentang keperawatan. Teori dan paradigma model dan role modeling dibangun dari berbagai konsep. MRM dikategorikan dalam grand theory yang meliputi sejumlah middle range theory . MRM dapat diaplikasikan pada praktik klinik, program pendidikan dan juga penelitian. Teori ini berdasarkan filosofi dan asumsi tentang manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. MRM baik secara deduktif maupun induktif diturunkan dari pengalaman praktik, studi empiris dan beberapa teori dasar (Maslow, Erickson, Piaget, Bowlby, Winnicottt, Enggel, Lindemann, Seyle, Lazarus dan Saligman). Secara skematis ditampilkan sebagai berikut. Dari bagan tersebut dapat dijelaskan tentang teori modeling dan role modeling. Teori modeling dan role modeling memandang manusia secara holistik. Manusia adalah holistic yang memiliki beberapa subsistem yang saling berinteraksi. Subsistem tersebut yaitu biofisikal, psikologikal, sosial dan kognitif. Penyerapan dari seluruh subsistem adalah merupakan satu kesatuan, yang meliputi genetic dan spiritual, termasuk juga tubuh, pikiran, emosi dan semangat (spirit) yang saling mempengaruhi dan mengontrol. Interaksi dari subsistem tersebut dan keutuhannya disebut holistic. Setiap individu dilahirkan dengan sepasang gen yang akan menampilkan perbedaan pertumbuhan, perkembangan dan respon dalam kehidupan. Genetik ini membangun karakteritik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. Genetik mempengaruhi bagaimana seseorang merasakan dirinya dan dunianya. Genetik juga membuat individu berbeda satu sama lainnya, masing–masing memiliki keunikan. Individu mempunyai insting untuk berafiliasi dengan individu lain. Individu membutuhkan kemampuan untuk bergantung pada suport system sementara pada saat yang bersamaan secara simultan mempertahankan kemandiriannya dari support system tersebut. Mereka butuh perasaan yang mendalam dari keduanya “ saya dan kita “, dan untuk merasakan kebebasan dan penerimaan dari keduanya (saya dan kita ). Konsep sentral teori modeling dan role modeling yaitu pasien sebagai manusia yang holistik dan memiliki kemampuan berafiliasi. Dalam melakukan perawatan, perawat diharapkan mampu menerapkan modeling dan role modeling. Modeling adalah perkembangan dari gambaran dari situasi citra perspektif klien. Ilmu dari Modeling adalah kesatuan dari keilmuan dan analisis dari data klien yang dikumpulkan. Modeling terjadi sebagai penerimaan dan pemahaman perawat terhadap kliennya secara holistik. Modeling, dapat disimpulkan bahwa klien adalah sebagai model yang menjadi focus perawat untuk memahami klien dan mengembangkan rencana asuhan keperawatan guna mencapai status kesehatan yang optimal. Seni Role Modeling terjadi ketika perawat merencanakan dan mengimplementasikan intervensi yang unik bagi klien. Keilmuan dari Role Modeling terjadi saat intervensi keperawatan yang berdasarkan teori dalam praktik keperawatan. Role Modeling adalah inti dari asuhan. Role Modeling membutuhkan penerimaan tanpa syarat dari seseorang untuk mendorong dan memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan seseorang sebagai modelnya. Role Modeling mengawali langkah kedua proses analisis keperawatan untuk merencanakan intervensi keperawatan. Role modeling dipandang sebagai seperangkat rencana keperawatan yang dibuat bersama klien untuk menjadi acuan dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan. Keperawatan adalah bantuan yang holistic dari seseorang dengan aktifitas perawatan dirinya yang berhubungan dengan kesehatannya. Ini merupakan proses interaksi interpersonal yang merupakan kekuatan asuhan untuk dapat berkembang, bebas dan meneruskan sumber-sumber koping dengan lingkungan sekitarnya. Tujuannya untuk mencapai status kesehatan yang optimal. Penerimaan pasien tanpa syarat. Menerima manusia sebagai sesuatu yang unik, bermanfaat dan sebagai individu yang penting tanpa adanya batasan. Sangat penting untuk memfasilitasi individu dalam mengembangkan kemampuannya. Perawat menggunakan empati untuk menolong individu, belajar menerima dan menghormati klien. Penerimaan memfasilitasi terjadinya menggerakkan sumber-sumber yang dibutuhkan sebagai usaha individu untuk beradaptasi dan mencapai keseimbangan. Lebih lanjut Ericson memaparkan bahwa konsep manusia yang holistik memiliki perkembangan sepanjang masa. Perkembang kehidupan melalui tahap Psikososial dan kognitif ( Irvin, 1997 ) a. Tahap psikologi Setiap tahap perkembangan menampilkan tugas perkembangan yang sangat menentukan, membuat keputusan antara alternative tingkat dasar ( misalnya percaya vs. tidak percaya atau otonomi versus ragu-ragu). Sebagai individu yang matang dapat bernegosiasi atau mengatasi krisis setiap tahapan perkembangan tersebut, individu mempunyai daya tahan yang kuat dan sikap untuk berperan dalam pembentukan karakter dan kesehatan individu sesuai budayanya. b. Tahap Kognitif Perkembangan berpikir seperti yang terjadi pada perkembangan psikososial dan sikap. Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif itu terjadi secara runtun dan dia juga mengidentifikasi beberapa proses dari periode tersebut. Intinya ada empat periode : yaitu sensori motor, pre operasional, operasional dan operasional formal Disamping hal tersebut Erickson menjelaskan bahwa individu yang holistik dan unik disebabkan oleh kemampuan individu tersebut untuk beradaptasi seperti bagan berikut Kemampuan manusia untuk berafiliasi juga terut menentukan kemampuan adaptasinya. Adaptasi terjadi sebagai respon individu terhadap stressor internal dan eksternal dalam kesehatan dan pertumbuhan. Adaptasi menggerakkan sumber-sumber koping internal dan eksternal. Bila adaptasi terjadi tidak satu subsitem-pun dalam kondisi bahaya. Kemampuan individu untuk menggerakkan sumber-sumber digambarkan oleh The Adaptive Potential Assessment Model (APAM). APAM mengidentifikasi tiga perbedaan kemampuan koping: membangun (impoverisment), keseimbangan (equilibrium) (adaptif dan maladaptif), dan memperbaiki (Arousul). Masing-masing pernyataan ini mengetengahkan perbedaan kemampuan untuk menggerakkan sumber-suber perawatan diri. Pergerakan yang dimaksud disini dipengaruhi oleh kemampuan seseorang untuk bertahan dan adanya stressor baru. Perawat dapat menggunakan model ini untuk meramalkan kemampuan individu dalam menggerakkan sumber-sumber perawatan diri dalam menghadapi stress( Hertz, 1997 ) Keperawatan dipandang sebagai proses interaksi interpersonal dalam upaya mengembangkan potensi individu, mengenali masalah kesehatan yang dihadapi serta mengembangkan sumber-sumber coping individu terhadap lingkungan sekitarnya. Perawat hanya berperan sebagai fasilitator bagi klien untuk mengenal, mengatasi dan mengembangkan dengan lingkungan social dalam upaya mencapai kesehatan yang optimal. Asuhan merupakan gabungan dan integrasi dari kognitif, fisiologik dan proses sikap dengan membantu klien untuk memelihara kesehatan yang holistic. Asuhan dilakukan oleh perawat dalam upaya untuk mengetahui dan memahami model personal klien dalam perspektif klien dan untuk menghargai nilai dan kepentingan klien Mary Ann P. Swain adalah sarjanapsikologi. Ia menerimagelar tersebut pada DePaow University InGreen Castle Indianadan Master sertaDoktor diperoleh diUniversitas Michigan.Swain menjadi strukturprogram doktorkeperawatan padatahun 1975 diUniversitas Michigan. Tahun 1983 ia menjadianggota asosiasi VicePresiden Academic diUniversitas Michigandekan untuk penelitiandan profesor padasekolah keperawatanCase Western ReserveUniversity. Menerimadiploma dalamkeperawatan dari Youngstown hospitalassociation school of nursing (1996), sertagelar sarjanakeperawatan dari kentstate university (1974).Dari case westernreserve universitymemperoleh gelarmaster dalamkeperawatankesehatan psikiatri danmental (1990) jugagelar Ph. D. Dalam ilmukeperawatan (1993

Humanisme

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis memperoleh kekuatan untuk menyelesaikan makalah ini, disadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan-kelemahan dan semata-mata karena keterbatasan penulis, baik dalam ilmu maupun pengetahuan. Makalah ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan sumbang saran dari segala pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga Yang Mahakuasa memberikan yang terbaik dan ridho-Nya kepada kita semua di kehidupan sekarang dan yang akan datang. Amien. Penulis sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Yang Maha Sempurna tetapi ini adalah usaha maksimal penulis. Penulis berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Pontianak, 13 Nopember 2011 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 BAB I : PEMBUKA A. LATAR BELAKANG 3 B. MASALAH 3 C. TUJUAN 3 BAB II : PEMBAHASAN A. TEORI ABRAHAM MASLOW 3 B. PEMBELAJARAN HUMANISTIK 6 C. TEORI CARL RANSOM ROGERS 7 BAB III : PENUTUP KESIMPULAN 10 DAFTAR PUSTAKA 11 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Konsep seseorang tentang manusia dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, filsafat hidup individu/bangsa, pengalaman hidup seseorang, ataupun pengetahuan manusia tentang dirinya. Walaupun konsep tentang manusia masih beragam dan belum tercapai kesamaan persepsi, profesi keperawatan mempunyai konsep tentang manusia yang memandang dan meyakini manusia sebagai makhluk unik, sebagai sistem adaptif, dan sebagai makhluk holistik. B. MASALAH 1. Apakah sebenarnya humanisme itu? 2. Bagaimanakah humanisme menurut teori Abraham Maslow? 3. Bagaimana cara pembelajaran humanistik ? 4. Bagaimanakah humanistik menurut teori Carl Ransom Rogers? C. TUJUAN 1. Untuk memahami tentang humanisme. 2. Untuh mengetahui teori Abraham Maslow 3. Untuk mengetahui pembelajaran humanistik 4. Untuk mengetahui teori Carl Ransom Rogers BAB II PEMBAHASAN Humanisme menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri (self-realization). Humanisme menentang pesimisme dan keputusasaan pandangan psikoanalistik dan konsep kehidupan “robot” pandangan behaviorisme. Humanisme yakin bahwa manusia memiliki di dalam dirinya, potensi untuk berkembang sehat dan kreatif, dan jika orang mau menerima tanggung jawab untuk hidupnya sendiri, dia akan menyadari potensinya, mengatasi pengaruh kuat dari pendidikan orang tua, sekolah dan tekanan sosial lainnya. A. TEORI ABRAHAM MASLOW Teori Abraham Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal yaitu : 1. suatu usaha yang positif untuk berkembang 2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi lima tingkat kebutuhan (five hierarchy of needs), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Akan tetapi menjelang akhir hayatnya Maslow menambah hierarki kebutuhan manusia yang keenam, yaitu kebutuhan transendensi diri. Kebutuhan transendensi diri merupakan kebutuhan yang utama dan tertinggi setelah seseorang mencapai aktualisasi diri. Pemenuhan kebutuhan tersebut, menurut Abraham Maslow, didorong oleh dua kekuatan (motivasi), yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi pertumbuhan/perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan ditunjukkan untuk mengatasi permasalahan, yaitu ketegangan organistik berupa kekurangan. Sebagai contoh, lapar adalah petunjuk untuk memenuhi kekurangan nutrisi, takut/cemas adalah petunjuk untuk memenuhi kekurangan rasa aman, dan sebagainya. Motivasi pertumbuhan/perkembangan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang. Kapasitas ini merupakan pembawaan setiap manusia dan dapat mendorong manusia mencapai tingkat hierarki kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu aktualisasi diri. 1. Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostasis tubuh. Sebagai syarat dasar, kebutuhan fisiologis ini mutlak terpenuhi. Jika tidak, ini dapat berpengaruh terhadap kebutuhan yang lain. Kebutuhan fisiologis tersebut meliputi oksigen, air, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur, penanganan nyeri, pengaturan suhu tubuh, seksual, dan lain-lain. Jika kebutuhan fisiologis ini sudah dipenuhi, seseorang akan menuntut pemenuhan kebutuhan lain yang lebih tinggi, begitu seterusnya. 2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan Kebutuhan akan keselamatan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, termal, dan bakteriologis. Perlindungan bukan hanya ditujukan untuk mencegah kecelakaan tetapi juga memelihara kebersihan dan kesejajaran tubuh (body alignment). Kebutuhan akan keamanan terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi (mis., penyakit, nyeri, cemas dan sebagainya.). dalam konteks hubungan interpersonal, seseorang juga membutuhkan rasa aman. Keamanan interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya. 3. Kebutuhan Cinta dan Dicintai Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan saat seseorang berkeinginan menjalin hubungan yang efektif atau hubungan emosional dengan orang lain. Dorongan ini akan terus menekan seseorang sedemikian rupa sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan perasaan saling mencintai dan memiliki tersebut. Cinta sulit untuk didefinisikan. Cinta berhubungan dengan emosi, bukan dengan intelektual. Perasaan lebih berperan dalam cinta daripada proses intelektual. Meski demikian, cinta dapat diartikan sebagai keadaan saling mengerti yang mendalam dan penerimaan sepenuh hati. Kebutuhan untuk dicintai/dimiliki adalah keinginan untuk berteman, bersahabat, atau bersama-sama beraktivitas. Kebutuhan dimiliki sangat penting artinya bagi seseorang yang ingin mendapatkan pengakuan. 4. Kebutuhan Harga Diri Penghargaan terhadap diri sering merujuk pada penghormatan diri, dan pengakuan diri. Untuk mencapai penghargaan diri, seseorang harus menghargai apa yang akan dilakukannya serta meyakini bahwa dirinya benar-benar dibutuhkan dan berguna. Harga diri seseorang bergantung pada kebutuhan dasar lain yang harus dipenuhi. Selain itu, harga diri juga dipengaruhi oleh perasaan bergantung (dependence) dan mandiri (independence). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat dalam memenuhi kebutuhan harga diri klien. Pertama, setiap klien membutuhkan pengakuan dari orang lain. Kedua, dalam berinteraksi bersama klien, perawat harus menunjukkan profesionalisme dan menempatkan klien sebagai guru sebab perawat banyak belajar dari setiap kasus dan karakteristik klien. 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri Kebutuhan aktualisasi diri adalah tingkat kebutuhan yang paling tinggi menurut Maslow. Aktualisasi diri adalah kemampuan seseorang untuk mengatur diri dan otonominya sendiri serta bebas dari tekanan luar. Lebih dari itu, aktualisasi diri merupakan hasil dari kematangan diri. Seseorang yang telah mencapai aktualisasi diri akan memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang lain pada umumnya. Menurut Abraham Maslow, ada beberapa karakteristik yang menunjukkan seseorang mencapai aktualisasi diri. a. Mampu melihat realitas secara lebih efisien. b. Penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain apa adanya. c. Spontanitas, kesederhanaan dan kewajaran. d. Terpusat pada persoalan. e. Memisahkan diri: kebutuhan akan kesendirian f. Otonomi: kemandirian terhadap budaya dan lingkungan. g. Kesegaran dan apresiasi yang berkelanjutan. h. Kesadaran sosial. i. Hubungan interpersonal j. Demokratis. k. Rasa humor yang bermakna dan etis. l. Kreativitas. m. Kemandirian. n. Pengalaman puncak. B. PEMBELAJARAN HUMANISTIK Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam perkembangan teori psikologis. Humanistik mengatakan bahwa manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati dan pada dasarnya aktif, punya tujuan serta punya harga diri. Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari. Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. C. TEORI CARL RANSOM ROGERS Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya. Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak. Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu: • Kognitif (kebermaknaan) • experiential ( pengalaman atau signifikansi) Kecewa karena tidak bisa menyatukan psikiatri dengan psikolog, Rogers pindah ke California tahun 1964 dan bergabung dengan Western Behavioral Science Institute. Ia lalu mengembangkan teorinya ke bidang pendidikan. Selain itu ia banyak memberikan workshopdi Hongaria, Brazil, Afrika Selatan, dan bahkan ke eks Uni Soviet. Rogers wafat pada tanggal 4 Februari 1987. Teori Humanistik Carl Rogers Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered),non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers. Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu. Asumsi dasar teori Rogers adalah: • Kecenderungan formatif Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil. • Kecenderungan aktualisasi Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya. Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self. 1. Organisme Pengertian organisme mencakup tiga hal: • Makhluk hidup Organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal • Realitas Subyektif Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku. • Holisme Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri. 2. Medan Fenomena Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya. 3. Diri Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif. Kesimpulan Teori Humanistik Carl Rogers 1. Teori Rogers disebut humanis karena teori ini percaya bahwa setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme. 2. Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi. 3. Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal. 4. Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard), dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard) 5. Stagnasi psikis terjadi bila terjadi karena pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan untuk menghindarinya adalah pertahanan (1) distorsi dan (2) penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan menyebabkan psikotik. 6. Dalam terapi, terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Dalam teorinya Abraham Maslow, kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi lima tingkat kebutuhan (five hierarchy of needs), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu. DAFTAR PUSTAKA http://books.google.co.id/books?id=k04S1VhNLWoC&pg=PA26&dq=pembelajaran+humanistik&hl=id&ei=RBrATvr4KtDIrQez8-zJAQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCkQ6AEwAA#v=onepage&q=pembelajaran%20humanistik&f=false http://books.google.co.id/Buku Ajar: Keperawatan Perioperatif; (Comprehensive Perioperative Nursing ... Oleh Barbara J. Gruendemann, Billie Fernsebner Pengantar aliran humanistik.pdf Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.