Thursday 31 January 2013

Aspek Legal dalam Praktik Keperawatan

Kata pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya dalam mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 1 Makalah ini berisikan tentang Aspek - Aspek Legal Dalam Praktik Keperawatan. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang apa saja Aspek – Aspek Legal Dalam Praktik Keperawatan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin. Pontianak, 21 November, 2010 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 BAB I PENDAHULUAN 3 A. LATAR BELAKANG 3 B. RUMUSAN MASALAH 4 C. TUJUAN PENULISAN 4 BAB II PEMBAHASAN 5 A. Aspek Legal Dalam Praktik Keperawatan 6 B. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan 7 C. PP No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 9 D. Kepmenkes No. 148 tahun 2010 tentang Registrasi & Prak Kep. 10 E. Memahami Area Overlapping F. Hak Pasien 11 G. Informed consent 18 BAB III PENUTUP 21 A. KESIMPULAN 22 DAFTAR PUSTAKA 23 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek legal dapat didefinisikan sebagai studi kelayakan yang mempermasalahkan keabsahan suatu tindakan ditinjau dan hukum yang berlaku di Indonesia. Asuhan keperawatan (askep) merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda. Aspek legal dikaitkan dengan dokumentasi keperawatan merupakan bukti tertulis terhadap tindakan yang sudah dilakukan sebagai bentuk asuhan keperawatan pada pasien/keluarga/kelompok/komunitas. (Dikutip dari ” Hand Out Aspek Legal & Manajemen Resiko dalam pendokumentasian Keperawatan”, Sulastri). Pendokumentasian sangat penting dalam perawatan kesehatan saat ini. Edelstein (1990) mendefinisikan dokumentasi sebagai segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang dipercaya sebagai data untuk disahkan orang. Rekam medis haruslah menggambarkan secara komprehensif dari status kesehatan dan kebutuhan klien, boleh dikatakan seluruh tindakan yang diberikan untuk perawatan klien. Pendokumentasian yang baik harus menggambarkan tidak hanya kualitas dari perawatan tetapi juga data dari setiap pertanggung jawaban anggota tim kesehatan lain dalam pemberian perawatan. Dokumentasi keperawatan adalah informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Fischbach, 1991) B. RUMUSAN MASALAH a) Mengetahui Aspek Legal Dalam Praktik Keperawatan b) Mengatahui dan memahami UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan c) Memahami PP No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan d) Memahami Kepmenkes No. 148 tahun 2010 tentang Registrasi dan Praktik Perawat e) Memahami Are Overlapping C. TUJUAN PENULISAN a) Untuk Mengetahui Aspek Legal Dalam Praktik Keperawatan b) Untuk Mengatahui dan memahami UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan c) Untuk Memahami PP No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan d) Untuk Memahami Kepmenkes No. 148 tahun 2010 tentang Registrasi dan Praktik Perawat e) Untuk Memahami Are Overlapping BAB II PEMBAHASAN 1. PRINSIP – PRINSIP LEGAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN 1. MALPRAKTEK Malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur operasional. Untuk malpraktek dokter dapat dikenai hukum kriminal dan hukum sipil. Malpraktek kedokteran terdiri dari 4 hal yaitu: a.Tanggungjawabkriminalb.Malpraktek secara etik c.Tanggung jawab sipil d.Tanggung jawab publik Tindakan yang termasuk malpraktek: 1.Kesalahan diagnosa 2.Penyuapan 3.Penyalahgunaan alat-alat kesehatan 4.Pemberian dosis obat yang salah 5.Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril 6.Salah pemberian obat kepada pasien 7.Kesalahan prosedur operasi Dampak Malpraktek: 1.Merugikan pasien terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang permanen. 2.Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena merasa bersalah. 3.Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana. 4.Dari segi sosial dapat dikucilkan oleh masyarakat . 5.Dari segi agama mendapat dosa 6.Dari etika keperawatan melanggar eitka keperawatan bukan tindakan profesional. 2.KELALAIAN Kelalaian bukanlah suatu kejahatan. Seorang dokter dikatakan lalai jika ia acuh tak acuh, tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana lazimnya. Adapun yang menjadi tolak ukur dari timbulnya kelalaian dapat ditinjau dari beberapa hal: a.Tidak melakukan kewajiban dokter yaitu tidak melakukan kewajiban profesinya untuk merpergunakan segala ilmu dan keterampilanya. b.Menyimpang dari kewajiban yaitu menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan. c.Adanya hubungan sebab akibat yaitu adanya hubungan langsung antara penyebab dengan kerugian yang dialami pasien sebagai akibatnya. 3. PERTANGGUNGUGATAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN Pertanggunggugatan adalah suatu tindak gugatan apabila terjadi suatu kasus tertentu. Contoh: Ketika dokter memberi instruksi kepada perawat untuk memberikan obat kepada pasien tapi ternyata obat yang diberikan itu salah ,dan mengakibatkan penyakit pasien menjadi tambah parah dan dapat merenggut nyawanya .Maka ,pihak keluarga pasien berhak menggugat dokter atau perawat tersebut . Pertanggungjawaban adalah suatu konsekuensi yang harus diterima seseorang. Contoh: Ada seorang ibu hamil yang menderita penyakit jantung dan jika ibu tersebut memaksa untuk menahan kehamilanya sampai janin itu lahir, hal ini sangat membahayakan jiwa ibu tersebut. Untuk itu petugas kesehatan menyarankan agar ibu itu melakukan aborsi. Pada kasus diatas pertanggung jawaban apabila terjadi sesuatu pada ibu tersebut setelah melakukan aborsi sepenuhnya ada pada petugas kesehatan. Dan pertanggunggugatan ada pada si pasien dan keluarga pasien. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. 3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. 5. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. 6. Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang ditanamkan ke dalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan atau kosmetika. 7. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. 8. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik lingkungan darat, udara, angkasa, maupun air. 9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. 10. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. 11. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. 12. Zat aktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis. 13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep doktcr, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. 14. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyclenggarakan upaya kesehatan. 15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya. PP No. 32 tahun 1996 tentang Tenga Kesehatan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yanlg mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan; 2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan; 3 Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat; 4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan Kepmenkes No. 148 2010 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang – undangan 2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif , dan rehabilitatif. 3. Surat izin praktik keperawatan yang selanjutnya di singkat SIPP adalah bukti tertulis yang di berikan keapda perawat untuk melakukan praktik keperawatan secara perorangan atau berkelompok. 4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan , standar profesi, dan standar prosedur operasional. 5. Surat tanda registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kopetensi sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan. 6. Obat bebas adalah obat yang berlogo bulatan yang berrwarna hijau yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. 7. Obat bebas terbatas adalah obat yng berlogo bulatan berwarna biru yangv dapat di peroleh tanpa resep dokter 8. Organisasi profesi adalh persatuan perawat nasional indonesia Area Overlapping Hak-Hak Pasien Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-haknya. Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan. Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan. Beberapa hak pasien yang dibahas disini adalah : 1.Hak memberikan consent (persetujuan) Consent mengandung arti suatru tindakan atau aksi beralasan yang diberikan tanpa paksaan oleh seseorang yang memiliki pemgetahuan yang cukup tentang keputusan yang ia berikan, dimana secara hukum orang tersebut secara hukum mampu memberikan consent. Consent diterapkan pada prinsip bahwa setiap manusia dewasa mempunyai hak untuk menentukan apa yang harus dilakukan terhadapnya. Kriteria consent yang sah : a. Tertulis b.Ditandatangani oleh pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadapnya c.Hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan d.Memenuhi beberapa elemen penting : penjelasan kondisi, prosedur dan konsekuensinya, penanganan atau prosedur alternative, manfaat yang diharapkan, Tawaran diberikan oleh pasien dewasa yang secara fisik dan mental mampu membuat keputusan 2. Hak untuk memilih mati Keputusan tentang kematian dibuat berdasarkan standar medis oleh dokter, salah satu kriteria kematian adalah mati otak atau brain death. Hak untuk memilih mati sering bertolak belakang dengan hak untuk tetap mempertahankan hidup. Permasalahan muncul pada saat pasien dalam keadaan kritis dan tidak mamapu membuat keputusan sendiri tentang hidup dan matinya misal dalam keadaan koma. Dalam situasi inipasien hanya mampu mempertahankan hidup jika dibantu dengan pemasangan peralatan mekanik. 3. Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya Yang dimaksudkan dengan golongan orang yang tidakberdaya disini adalah orang dengan gangguan mental dan anak-anak dibawah umur serta remaja dimana secara hukum mereka tidak dapat membuat keputusan tentang nasibnya sendiri, serta golongan usia lanjut yang sudah mengalami gangguan pola berpikir maupun kelemahan fisik. 4. Hak pasien dalam penelitian Penelitian sering dilakukan dengan melibatkan pasien. Setiap penelitian misalnya penggunaan obat atau cara penanganan baru yang melibakan pasien harus memperhatikan aspek hak pasien. Sebelum pasien terlibat, kepada mereka harus diberikan informasi secara jelas tentang percobaan yang dilakukan, bahaya yang timbul dan kebebasan pasien untuk menolak atau menerima untuk berpartisipasi. Apabila perawat berpartisipasi dalam penelitian yang melibatkan pasien, maka perawat harus yakin bahwa hak pasien tidak dilanggar baik secara etik maupun hukum. Untuk itu perawat harus memahami hak-hak pasien : membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapat informasi yang lengkap, menghentikan partisipasi tanpa sangsi, mendapat privasi, bebas dari bahaya atau resiko cidera, percakapan tentang sumber-sumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten. Hak-hak yang dinyatakan dalam fasilitas asuhan keperawatan (Annas dan Healey, 1974), terdiri dari 4 katagori yanitu : 1.Hak kebenaran secara menyeluruh 2. Hak privasi dan martabat pribadi (kerahasiaan dan keamanannya) 3.Hak untuk memelihara pengambilan keputusan untuk diri sendiri sehubungan dengan kesehatan 4.Hak untuk memperoleh catatan medis baik selama dan sesudah dirawat di rumah sakit PERNYATAAN HAK-HAK PASIEN Pernyataan hak-hak pasien (Patient;s Bill of Rights) dikeluarkan oleh The American Hospital Association (AHA) pada tahun 1973 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pemahaman hak-hak pasien yang akan dirawat di RS. 1.Pasien mempunyai hak untuk mempertimbangkan dan menghargai asuhan keperawatan/keperawatan yang akan diterimanya. 2.Pasien berhak memperoleh informasi lengkap dari dokter yang memeriksanya berkaitan dengan diagnosis, pengobatan dan prognosis dalam arti pasien layak untuk mengerti masalah yang dihadapinya. 3.Pasien berhak untuk menerima informasi penting dan memberikan suatu persetujuan tentang dimulainya suatu prosedur pengobatan, serta resiko penting yang kemungkinan akan dialaminya, kecuali dalam situasi darurat. 4.Pasien berhak untuk menolak pengobatan sejauh diizinkan oleh hukum dan diinformasikan tentang konsekuensi tindakan yang akan diterimanya. 5.Pasien berhak mengetahui setiap pertimbangan dari privasinya yang menyangkut program asuhan medis, konsultasi dan pengobatan yang dilakukan dengan cermat dan dirahasiakan 6.Pasien berhak atas kerahasiaan semua bentuk komunikasi dan catatan tentang asuhan kesehatan yang diberikan kepadanya. 7.Pasien berhak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ketempat lain yang lebih lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan tersebut, dan RS yang ditunjuk dapat menerimanya. 8.Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang hubungan RS dengan instansi lain, seperti instansi pendidikan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan asuhan yang diterimanya. 9. Pasein berhak untuk memberi pendapat atau menolak bila diikutsertakan sebagai suatu eksperimen yang berhubungan dengan asuhan atau pengobatannya. 10.Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang pemberian delegasi dari dokternya ke dokter lainnya, bila dibutuhkan dalam rangka asuhannya. 11. Pasien berhak untuk mengetahui dan menerima penjelasan tentang biaya yang diperlukan untuk asuhan keehatannya. 12.Pasien berhak untuk mengetahui peraturan atau ketentuan RS yang harus dipatuhinya sebagai pasien dirawat. Faktor-faktor yang mempengaruhi hak pasien : 1.Meningkatnya kesadaran para konsumen terhadap asuhan kesehatan dan lebih besarnya partisipasi mereka dalam perencanaan asuhan 2. Meningkatnya jumlah malpraktik yang terjadi dimasyarakat 3. Adanya legislasi (pengesahan) yang diterapkan untuk melindungi hak-hak asasi pasien 4. Konsumen menyadari tentang peningkatan jumlah pendidikan dalam bidang kesehatan dan penggunaan pasien sebagai objek atau tujuan pendidikan dan bila pasien tidak berpartisipai apakah akan mempengaruhi mutu asuhan kesehatan atau tidak. Kewajiban Pasien : Kewajiban adalah seperangkat tanggung jawab seseorang untuk melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan, agar dapat dipertanggungjawabkan sesuai sesuai dengan haknya. 1. Pasien atau keluarganya wajib menaati segala peraturan dan tata tertib yang ada diinstitusi kesehatan dan keperawatan yang memberikan pelayanan kepadanya. 2. Pasien wajib mematuhi segala kebijakan yanga da, baik dari dokter ataupun perawat yang memberikan asuhan. 3. Pasien atau keluarga wajib untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter atau perawat yang merawatnya. 4.Pasien atau keluarga yang bertanggungjawab terhadapnya berkewajiban untuk menyelesaikan biaya pengobatan, perawatan dan pemeriksaan yang diperlukan selama perawatan. 5. Pasien atau keluarga wajib untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan yang telah disetujuinya. HAK ASASI MANUSIA Menurut sifatnya hak asasi manusia biasanya dibagi atau dibedakan dalam beberapa jenis (Prakosa, 1988), yaitu : 1. Personal Rights (hak-hak asasi pribadi) 2. Property Rights (hak asasi untuk memilih sesuatu) 3. Rights of legal equality 4. Political Rights (hak asasi politik) 5. Social and Cultural Rights (hak-hak asasi sosial dan kebudayaan) 6. Procedural Rights. HAK PASIEN ANTARA LAIN : • Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di RS dan mendapat pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur • Memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yg bermutu • Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dgn keinginannya dan sesuai dgn peraturan yang berlaku di RS • Meminta konsultasi pada dokter lain (second opinion) terhadap penyakitnya • “Privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya • Mendapatkan informasi yg meliputi : penyakitnya, tindakan medik, alternative terapi lain, prognosa penyakit dan biaya. • Memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan perawat • Menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri • Hak didampingi keluarga dalam keadaan kritis • Hak menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya • Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan • Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual • Hak didampingi perawat/keluarga pada saat diperiksa dokter • Hak pasien dalam penelitian (Marchette, 1984; Kelly, 1987) Informed consent Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.[1] Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.[2] Tiga elemen Informed consent [3] 1. Threshold elements Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu. 2. Information elements Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu : o Standar Praktik Profesi Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien. o Standar Subyektif Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien. o Standar pada reasonable person Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam. 3. Consent elements Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya. Consent dapat diberikan : a. Dinyatakan (expressed) o Dinyatakan secara lisan o Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis. b. Tidak dinyatakan (implied) Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya. Proxy Consent Adalah consent yang diberikan oelh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat. Konteks dan Informed Consent Doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan : 1. Keadaan darurat medis 2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat 3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver) 4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent. 5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent. Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali tidak dianggap “cakap” menerima informasi yang benar – apalagi membuat keputusan medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan sakitnya. Sebuah penelitian yang dilakukan Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien pengidap kanker yang ditanyai sehari sesudah dijelaskan, hanya 60 % yang memahami tujuan dan sifat tindakan medis, hanya 55 % yang dapat menyebut komplikasi yang mungkin timbul, hanya 40 % yang membaca formulir dengan cermat, dan hanya 27 % yang dapat menyebut tindakan alternatif yang dijelaskan. Bahkan Grunder menemukan bahwa dari lima rumah sakit yang diteliti, empat diantaranya membuat penjelasan tertulis yang bahasanya ditujukan untuk dapat dimengerti oleh mahasiswa tingkat atas atau sarjana dan satu lainnya berbahas setingkat majalah akademik spesialis. Keluhan pasien tentang proses informed consent : o Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis o Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk tanya – jawab. o Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi o Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk. Keluhan dokter tentang informed consent o Pasien tidak mau diberitahu. o Pasien tak mampu memahami. o Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi. o Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit KESIMPULAN Aspek Legal dalam Praktik Keperawatan Tercantum dalam: - UU No. 23 tahun 1992 ttg Kesehatan - PP No. 32 tahun 1996 ttg Tenaga Kesehatan - Kepmenkes No. 1239 tahuun 2001 ttg Registrasi dan Praktik Perawat Area Overlapping (Etik Hukum ) a. Hak –Hak Pasien b. Informed-consent Hak-hak Pasien : 1.Hak untuk diinformasikan 2.Hak untuk didengarkan 3.Hak untuk memilih 4.Hak untuk diselamatkan Informed Consent Informed consent adalah dokumen yang legal dalam pemberian persetujuan prosedur tindakan medik dan atau invasif, bertujuan untuk perlindungan terhadap tenaga medik jika terjadi sesuatu yang tidak diharapakan yang diakibatkan oleh tindakan tersebut. Selain itu dapat melindungi pasien terhadap intervensi / tindakan yang akan dilakukan kepadanya. Daftar Pustaka [1] Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar, Oktober 2005 [2] Sofwan Dahlan, 2003, Hukum Kesehatan Rambu-rambu bagi Profesi Dokter, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang hal 37 [3] Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar, Oktober 2005

0 comments:

Post a Comment